Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan hasil tembakau dikeluhkan pelaku industri.
Namun demikian, kenaikan PPN rokok ini dapat menambah penerimaan negara.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Suahasil Nazara
mengatakan, penerimaan negara akibat kenaikan PPN rokok ini lebih kurang
Rp 1 triliun.
"Ya pasti naik (penerimaan pajak), sekitar Rp 1 triliun," kata
Suahasil di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Suahasil menjelaskan, kenaikan PPN rokok yang sebesar 0,4 persen
terbilang kecil apabila dibandingkan dengan tarif lama yang sebesar 8,7
persen.
Dengan kenaikan sebesar 0,4 persen, maka tarif PPN rokok menjadi sebesar 9,1 persen.
Menurut Suahasil, tarif 9,1 persen ini comparable atau setara dengan
PPN 10 persen jika dihitung dengan sistem pajak keluaran dan pajak
masukan (PK-PM).
"Kita dalam memungut PPN rokok ini kan tidak pakai PKPM, tetapi
ngambil di ujung (final). Maka kalau enggak pakai PKPM, melainkan pajak
final, maka tarif yang comparable dengan 10 persen itu adalah 9,1
persen," imbuh Suahasil.
Kenaikan tarif PPN rokok menjadi 9,1 persen diatur melalui Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 174/PMK.03/2016 yang ditandatangani Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 28 Desember 2016.
Beleid tersebut mulai berlaku 1 Januari 2017. Keputusan pemerintah ini dikeluhkan oleh pelaku industri.
Mengutip Kontan, Kamis (5/1/2017) Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Muhaimin Moeti menilai kenaikan tarif PPN itu melenceng dari kesepakatan semula.
Pemerintah, kata Muhaimin, sepakat menaikkan tarif PPN rokok pada
tahun ini dari 8,7 persen menjadi 8,9 persen. Adapun tarif PPN 9,1
persen disepakati baru berlaku pada 2018 mendatang.
http://bangka.tribunnews.com/2017/01/11/pajak-rokok-naik-negara-raup-pendapatan-rp-1-triliun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar