Pemilik NPWP Wajib Lapor SPT, Termasuk yang Bergaji di Bawah UMR

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mewajibkan seluruh pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi. Ketentuan ini berlaku pula untuk wajib pajak(WP) berpenghasilan di bawah Upah Minimum Regional (UMR).

Demikian disampaikan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Dua, Dwi Astuti saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Rabu (30/3/2016). "Siapa pun yang punya NPWP harus lapor. Begitu dia mempunyai NPWP, maka kewajiban melapor pajak melekat pada dirinya," tegasnya.

Menurut Dwi, seseorang yang mengantongi pendapatan di bawah UMR tidak diharuskan memiliki NPWP mengingat masuk dalam kategori Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Hanya saja diakuinya, saat ini institusi pemerintah maupun perusahaan swasta mensyaratkan kepemilikan NPWP di hampir semua pekerjaan.


"Makanya ada formulir SPT 1770 SS untuk penghasilan di bawah Rp 60 juta setahun. Kalau penghasilannya cuma Rp 20 juta setahun, ya lapor saja tidak apa. Pasti semua nihil-nihil, tapi yang penting lapor," saran Dwi.

Dengan kesadaran melaporkan penghasilannya di SPT, katanya, dapat meningkatkan tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia terhadap pajak. Ujung-ujungnya memperbaiki basis data Wajib Pajak dan memperbaiki rasio pajak (tax ratio).

"Compliance rate jadi bagus, karena sekarang ini kondisinya tidak riil lantaran banyak yang punya NPWP tapi tidak lapor. Tax ratio pun jadi bias," ucapnya.

Untuk melayani wajib pajak yang ingin melaporkan SPT PPh Orang Pribadi, KPP Pratama Tanah Abang menambah waktu layanan sampai pukul 19.00 WIB. Penambahan jam operasional ini berlaku tiga hari terakhir memasuki tenggat waktu 31 Maret 2016.

Dwi mengungkapkan, pihaknya mengerahkan 20 petugas pajak yang akan melayani WP menyerahkan SPT baik secara online atau E-Filing maupun manual. Jumlah yang sama juga diterjunkan KPP Pratama Tanah Abang Tiga.

"Setiap harinya wajib pajak yang lapor pajak di sini lebih dari 500 orang untuk dua kantor pelayanan. Diperkirakan menembus ribuan WP di akhir deadline laporan SPT. Orang Indonesia sukanya mepet," tegas Dwi.

Sumber : http://bisnis.liputan6.com/read/2470693/pemilik-npwp-wajib-lapor-spt-termasuk-yang-bergaji-di-bawah-umr

PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK

Pasal 12 (UU No. 28 Tahun 2007)

(1)
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
(2)
Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3)
Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.

Penjelasan Pasal 12
Ayat (1)
Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah:
a.
pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;
b.
pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; atau
c.
pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.
Jumlah pajak yang terutang yang telah dipotong, dipungut, atau pun yang harus dibayar oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (2), oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Berdasarkan Undang-Undang ini, Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak. 'Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengatur bahwa kepada Wajib Pajak yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, serta melaporkan dalam Surat Pemberitahuan, tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak atau pun Surat Tagihan Pajak. 
Ayat (3)
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sumber : http://pojokpajak.wikia.com/wiki/Undang-Undang_Ketentuan_Umum_Perpajakan

PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

Pasal 2 (UU No. 28 Tahun 2007)

(1)
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2)
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
(3)
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan:
a.
tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan pada ayat (1) dan ayat (2); dan/atau
b.
tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
(4)
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
(4a)
Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(5)
Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(6)
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila:
a.
diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
b.
Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;
c.
Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
d.
dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(7)
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(8)
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(9)
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

Sumber : http://pojokpajak.wikia.com/wiki/Undang-Undang_Ketentuan_Umum_Perpajakan

UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Pasal 1 (UU No. 28 Tahun 2007)

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
5.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
8.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9.
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10.
Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12.
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13.
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14.
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15.
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
20.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22.
Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23.
Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
24.
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26.
Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28.
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30.
Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
31.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
32.
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33.
Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34.
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
35.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36.
Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37.
Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38.
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
39.
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40.
Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
41.
Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

Sumber : http://pojokpajak.wikia.com/wiki/Undang-Undang_Ketentuan_Umum_Perpajakan

Pelaporan Pajak

Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan Pajak yang telah dilakukan.


Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur Pajak. Pelaporan Pajak disampaikan ke KPP atau KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan sebagai berikut:
  1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukanPelaporan atas pembayaran Pajak bulanan.
    Ada beberapa SPT Masa yaitu: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPN dan PPnBM, serta Pemungut PPN
  2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untukPelaporan tahunan.
    Ada beberapa jenis SPT Tahunan: Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi
Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik melalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh juga dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT.

KeterlambatanPelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah), dan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).


Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan bulanan:
NoJenis SPTBatas Waktu PembayaranBatas WaktuPelaporan
Masa
1PPh Pasal 4 ayat (2)Tgl. 10 bulan berikutTgl. 20 bulan berikut
2PPh Pasal 15Tgl. 10 bulan berikutTgl. 20 bulan berikut
3PPh Pasal 21/26Tgl. 10 bulan berikutTgl. 20 bulan berikut
4PPh Pasal 23/26Tgl. 10 bulan berikutTgl. 20 bulan berikut
5PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk Wajib Pajak orang pribadi dan badanTgl. 15 bulan berikutTgl. 20 bulan berikut
6PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk Wajib Pajak kriteria tertentu yang diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT MasaAkhir masa Pajak terakhirTgl.20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir
7PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai1 hari setelah dipungutHari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan)
8PPh Pasal 22 - Bendahara PemerintahPada hari yang sama saat penyerahan barangTgl. 14 bulan berikut
9PPh Pasal 22 - PertaminaSebelum Delivery Order dibayar 
10PPh Pasal 22 - Pemungut tertentuTgl. 10 bulan berikutTgl. 20 bulan berikut
11PPN dan PPn BM - PKPAkhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikanAkhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak
12PPN dan PPn BM - BendaharawanTgl. 7 bulan berikutTgl. 14 bulan berikut
13PPN & PPn BM - Pemungut Non BendaharaTgl. 15 bulan berikutTgl. 20 bulan berikut
14PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15,21,23, PPN dan PPnBM Untuk Wajib Pajak Kriteria TertentuSesuai batas waktu per SPT MasaTgl.20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir

Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan tahunan:
NoJenis SPTBatas Waktu PembayaranBatas WaktuPelaporan
Tahunan
1PPh - Orang PribadiSebelum SPT Tahunan PPh disampaikanakhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun Pajak
2PPh - BadanSebelum SPT Tahunan PPh disampaikanakhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun Pajak
3PBB6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT----

Kenali Aturan dalam Pelaporan Pajak

Tahapan ketiga dalam Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP) adalah Pelaporan Pajak. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), WP menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai suatu sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang terutang.
Selain itu, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan WP sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan penyetoran pajak dari pemotong atau pemungut yang bersumber dari pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga SPT mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparat pajak.
Pelaporan pajak dapat disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) di mana WP terdaftar. SPT dapat dibedakan menjadi (1) SPT Masa dan (2) SPT Tahunan. Yang dimaksud SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak pada masa tertentu (bulanan). Ada 9 (sembilan) jenis SPT Masa, meliputi SPT Masa untuk melaporkan pembayaran bulanan: (1) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, (2) PPh Pasal 22, (3) PPh Pasal 23, (4) PPh Pasal 25, (5) PPh Pasal 26, (6) PPh Pasal 4 (2), (7) PPh Pasal 15, (8) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas BArang Mewah (PPnBM) dan (9) Pemungut PPN.
Sedangkan apa yang dimaksud dengan SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada dua jenis SPT Tahunan, yaitu (1) SPT Tahunan PPh WP Badan, dan (2) SPT Tahunan WP Orang Pribadi (OP).
Pada saat ini untuk penyampaian SPT Masa PPN dan SPT Tahunan PPh WP OP khusus formulir 1770S dan 1770SS telah dapat dilakukan secara onlinemelalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT juga dapat dilakukan secara elektronik melalui aplikasi e-SPT yang dapat diunduh pada situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP) www.pajak.go.id.
Ada tanggal batas waktu pembayaran/penyetoran pajak dan batas waktu pelaporan SPT Masa maupun SPT Tahunan. Pertama, untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21/26 dan PPh Pasal 23/26, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
Kedua, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP OP dan Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masanya adalah tanggal 20 bulan berikutnya. Ketiga, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP Kriteria Tertentu (diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu pelaporan SPT Masa), maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir masa pajak terakhir, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
Keempat, untuk PPh Pasal 22, PPN dan PPn BM oleh Bea Cukai, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah 1 (satu) hari setelah dipungut, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada hari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan).
Kelima, untuk PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada hari yang sama saat penyerahan barang, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 14 bulan berikutnya.
Keenam, untuk PPh Pasal 22 Pertamina, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelumdelivery order dibayar.
Ketujuh, untuk PPh Pasal 22 Pemungut Tertentu maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
Kedelapan, untuk PPN dan PPn BM bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Kesembilan, untuk PPN dan PPn BM bagi Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 7 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 14 bulan berikutnya.
Kesepuluh, untuk PPN dan PPn BM bagi Pemungut Non Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 bulan berikutnya.
Kesebelas, untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPN dan PPnBM bagi WP Kriteria Tertentu, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sesuai batas waktu per SPT Masa, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.
Keduabelas, untuk PPh WP OP, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP OP disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.
Ketigabelas, untuk SPT Tahunan PPh WP Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP Badan disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.
Terakhir, keempatbelas, untuk PBB, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebagaimana tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB.
Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), sedangkan keterlambatan pelaporan SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Selanjutnya untuk keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh WP OP khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh WP Badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Dengan mengetahui batas-batas tanggal pembayaran dan pelaporan perpajakan diharapkan WP lebih patuh dalam menyetorkan pajak ke bank dan melaporkannya sesuai batas waktu yang ditentukan. Bangga Bayar Pajak!

Sumber : http://www.pajak.go.id/content/kenali-aturan-dalam-pelaporan-pajak

Konsultan Pajak Syariah dan Murah

Sistem perpajakan di Indonesia yang menganut sistem self assessment pada saat ini memang sedikit memudahkan para wajib pajak untuk menangani sendiri kewajiban perpajakannya. Namun, hal tersebut memiliki konsekuensi yang besar dikarenakan wajib pajak biasanya lebih fokus pada keuntungan serta kegiatan bisnisnya daripada memperhatikan aturan-aturan hukum dan administrasi perpajakan.

Saat ini banyak masyarakat yang telah sadar untuk taat dalam membayar dan melaporkan pajaknya. Masyarakat menjadi memiliki kewajiban untuk membayar pajak ke negara sesuai dengan aturan pemerintah. Namun walaupun adanya kesadaran serta kewajiban dalam membayar pajak, tetap saja banyak dari mereka yang tetap masih belum mengerti bahkan terkadang tidak mau mengerti namun tidak mau dibodoh-bodohi oleh pajak. 
Tidak heran banyak dari wajib pajak badan usaha maupun wajib pajak orang pribadi yang memilih untuk menggunakan konsultan pajak sehingga permasalahan perpajakan mereka ada yang menanganinya dan mereka cukup dengan membayar fee dan menyerahkan data serta berkonsultasi saja tanpa harus pusing dan ribet.
Manfaat menggunakan jasa konsultan pajak antara lain adalah lebih efisien karena dengan adanya jasa konsultan pajak maka tingkat kesalahan maupun risiko dalam bidang perpajakan dapat diminimalkan. Wajib pajak badan usaha maupun wajib pajak orang pribadi juga tidak dibebani dengan urusan administratif perpajakan. Misalnya, dengan membuat laporan sampai pelaporannya karena semua sudah ditangani oleh konsultan pajaknya.
Ketika klien dihadapkan pada pemeriksaan, mereka juga tidaklah harus pusing, mereka juga akan lebih aman karena didampingi oleh orang yang lebih berpengalaman serta lebih memahami tentang prosedur pemeriksaan dan mengantisipasi kesalahan yang akan terjadi. 
Konsultan pajak yang sebenarnya itu adalah konsultan pajak yang memiliki lisensi atau surat izin yang sah dari lembaga yang berwenang untuk benar-benar menjadi konsultan pajak yang terdaftar. Ada banyak sekali pekerjaan dari konsultan pajak yang mengharuskan bekerja secara profesional (seperti salah satunya adalah melindungi data kliennya), maka dari itu mereka harus menjadi lembaga yang legal dalam menawarkan jasanya. Beberapa kewajiban dari konsultan pajak:

#1 Jasa Kepatuhan Pajak

Para konsultan pajak memiliki kewajiban untuk mematuhi hal-hal terkait pajak yang dibebankan kepada klien. Konsultan akan melakukan tugas apa saja untuk kliennya seperti perhitungan pajak klien, pembayaran pajak sampai pada pelaporan pajaknya.

#2 Jasa Perencanaan Pajak

Jasa ini mencakup pemberian bantuan bagi klien, dan mengoptimalkan keuntungan bagi klien.

#3 Jasa Periksa Laporan Pajak

Konsultan akan memberikan layanan bantuan bagi kliennya untuk menekan pajak yang harus ditanggung kliennya, konsultan juga akan melakukan evaluasi data terkait dengan munculnya beban pajak yang dirasa tidak menguntungkan perusahaan.

#4 Jasa Pendampingan dalam Pemeriksaan

Konsultan pajak memiliki tanggung jawab untuk mewakili ataupun mendampingi klien disaat adanya pemeriksaan pajak. Hal ini dilakukan konsultan pajak dikarenakan kliennya yang dirasa kurang memahami permasalahan-permasalahan perpajakan. Selain itu, konsultan pajak juga bertugas untuk menyiapkan data-data maupun dokumen yang dibutuhkan dalam pemeriksaan.

#5 Jasa Konsultasi

Para klien bebas boleh mengkonsultasikan permasalahan perpajakannya kepada konsultan pajak mereka.

#6 Jasa Restitusi Pajak

Jika klien membutuhkan restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak) maka konsultan pajak harus membantu dalam pelaksanaannya, dari mulai persiapan data, penyampaian restitusi, pemeriksaan sampai pada proses akhir dari restitusi itu sendiri.

#7 Jasa Penyelesaian Sengketa Pajak

Konsultan pajak juga harus memberikan layanan ini kepada klientnya. Layanan seperti ini dilakukan saat klient mengajukan banding, keberatan pajak, dan lainnya. 
Setelah mengetahui tugas dan tanggung jawab dari konsultan pajak, maka mari bahas sedikit mengenai tarif yang wajar dibayarkan untuk konsultan pajak. Dalam memilih konsultan pajak, wajib pajak badan usaha maupun wajib pajak orang pribadi harus memilihnya dengan benar. Konsultan pajak yang sudah memiliki izin pastinya akan memberikan tarif yang lebih besar dibandingkan mereka yang masih belum memiliki izin konsultan pajak.
Besarnya tarif dari konsultan pajak sangat bervariasi tergantung pada jenis pelayanan yang dibutuhkan oleh kliennya. Sebuah kantor konsultan pajak bersertifikasi saja bisa mengenakan biaya per jam namun banyak juga yang menggunakan tarif flat, besarnya biaya juga tergantung dari kesepakatan antara klien dengan konsultan pajaknya mengenai berapa besar dan berapa banyak tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan konsultan pajak terhadap klientnya.
Sumber : https://www.finansialku.com/konsultan-pajak/

80.976 Kendaraan Kembali Bayar Pajak

Program pemutihan tunggakan pajak kendaraan bermotor (PKB) yang diberlakukan Pemerintah, 1 Mei-30 September 2017, hingga kemarin sudah berhasil menjaring 80.976 kendaraan yang sebelumnya tetunggak pajak, kembali dibayar oleh pemiliknya masing-masing. Pasalnya, tunggakan sebelumnya tak perlu dibayar lagi, melainkan cukup membayar tunggakan tahun ini.
“Pendapatan pajak yang diperoleh Aceh dari pembayaran PKBsejumlah itu cukup besar mencapai Rp 35,5 miliar,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh, Jamaluddin SE MSi didampingi Kabid Pendapatan Sofyan kepada Serambi kemarin. Jamaluddin menjelaskan bagi para penunggak pajak yang membayar PKB kembali tentunya dengan membawa BPKB dan STNK ke Kantor Samsat di daerah masing-masing, maka petugas nanti akan meregistrasi dan menerbitkan STNK baru, sehingga pemilik kendaraan diharapkan ke depan juga disiplin membayar pajak alias tak tertunggak lagi.
Sedangkan dana pajak itu digunakan kembali oleh pemerintah untuk membangun fasilitas publik, termasuk perbaikan jalan, jembatan, dan lain-lain. Kepada penunggak PKB yang sudah membayar kembali, Jamaluddin mengucapkan terimakasih karena sudah terlibat dalam program pemutihan ini.
“Setelah tanggal 30 September 2017 nanti, program pemutihan atau keringanan pembayaran tunggakan pajak kenderaan itu akan ditutup dan berlaku tarif normal,” tutur Sofyan.
Adapun rincian tunggakan PKB yang sudah diperoleh per kabupaten/kota adalah Banda Aceh Rp 5,6 miliar dari 8.396 kendaraan, Bireuen 3,3 miliar dari 7.840 kendaraan, dan Aceh Besar 3,5 miliar dari 6.975 kendaraan.
Kemudian Bener Meriah Rp 1,5 miliar dari 3.495 kendaraan, Aceh Tengah Rp 1,3 miliar dari 3.438 unit kendaraan, Pidie Rp 2,2 miliar dari 5.176 unit kendaraan, Aceh Utara Rp 2,6 miliar dari 4.802 kendaraan, Aceh Barat Rp 2,6 miliar dari 6.989 kendaraan, Nagan Raya Rp 1,8 miliar dari 4.216 unit, dan Langsa 1,1 miliar dari 3.831 kendaraan, dan kabupeten/kota lainnya.

Selain memberi pemutihan terhadap tunggakan pajak, dalam program sejak 1 Mei hingga 30 September 2017, Pemerintah Aceh juga membebaskan biaya Bea Balik Nama KenderaanBermotor (BBNKB) dari non-BL ke BL satu persen. Melalui program ini 4.168 kendaraan non-BL sudah dimutasikan ke pelat BL atau pelat Aceh dengan penerimaan pajak mencapai pajak 8,2 miliar. Di samping itu, juga telah berhasil menjaring mutasi pelat atas nama pemilik kendaraan mencapai 7.202 unit dengan nilai penerimaan pajak Rp 2,8 miliar.
http://aceh.tribunnews.com/2017/09/13/80976-kendaraan-kembali-bayar-pajak

Bagaimana Proses Mendapatkan Sertifikasi SNI untuk Produk?

B agaimana Proses Mendapatkan Sertifikasi SNI untuk Produk?   Proses sertifikasi produk adalah proses menilai apakah suatu produk memenu...