Pemerintah akan memanfaatkan momentum berakhirnya program pengampunan
pajak (tax amnesty) periode III pada Maret mendatang untuk mendorong
penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempersiapkan tiga
langkah yakni reformasi kebijakan, reformasi administrasi, dan
pelaksanaan pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of
Information/AEoI) terkait pajak.
Dalam hal reformasi kebijakan,
Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol menyebutkan, ada
empat peraturan yang akan direvisi. Peraturan itu terkait dengan
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Bea materai, serta Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
"Setelah itu kami akan melihat persiapan Indonesia sesuai janji
amnesti pajak untuk melaksanakan AEoI. Ini adalah spirit dari masyarakat
internasional untuk melaksanakan transparansi dan keterbukaan,” kata
Jhon dalam acara bertajuk “Tren dan Outlook Perpajakan 2017” di Jakarta,
Senin (9/1).
Ia mengatakan, pemerintah perlu segera melakukan
konvergensi terhadap regulasi di dalam negeri untuk mengakomodasi empat
minimum standar yang dideklarasikan dalam Base Erotion and Profit
Shifting (BEPS). Keempat standar yang dimaksud adalah harmful tax practices, treaty abuse, transfer pricing documentation, dan dispute resolution.
Saat ini, Indonesia sudah memenuhi standar transfer pricing documentation. "Ini sangat menarik, karena Indonesia termasuk negara yang sudah siap melaksanakan country by country report (CbCR)," kata Jhon. Jika standar ini tak dilaksanakan maka Indonesia akan terpinggirkan dari pergaulan internasional.
Untuk
menghadapi era keterbukaan, seperti AEoI ini, Ditjen Pajak sudah
menyelesaikan persoalan kerangka hukum internasional (international
legal framework) terkait standar tersebut. Yang belum diselesaikan yakni
primary legacy itu seperti UU KUP dan UU Perbankan, serta secondary legacy yang berupa peraturan turunannya.
"UU perbankan harus direvisi. UU syariah perbankan, UU Pasar Modal harus disesuaikan dengan semangat ini," kata dia.
Jika
kerja sama tersebut telah berjalan, Jhon optimistis target pajak
sekitar Rp 1.300 triliun tahun ini dapat tercapai. Bahkan, pemerintah
bisa memperoleh penerimaan lebih tinggi jika mendapatkan data terkait
wajib pajak Indonesia dari berbagai negara.
"Bayangkan kalau
pengemplang pajak sudah susah simpan uang di luar negeri. Ini yang kami
inginkan. Kalau ini terwujud, saya yakin target pajak Rp 1.300 triliun
itu kekecilan," tutur Jhon. Karena itu, amnesti pajak diharapkan menjadi
jembatan bagi pemerintah dalam menghadapi era keterbukaan perpajakan
nanti.
Ia pun menghimbau masyarakat untuk ikut amnesti pajak.
Sebab, hingga memasuki periode ketiga ini baru tiga persen dari total
wajib pajak yang mengikuti program tersebut.
Jhon
menyarankan agar wajib pajak tidak mengikuti program tersebut pada
akhir periode. Sebab, perilaku seperti itu berisiko menyebabkan
kesalahan, baik dari sisi manusianya ataupun teknologinya. "Jangan
sampai ada pengulangan peristiwa sunset policy. Ketika sunset berakhir yang ada penyesalan, kenapa tidak ikut?"
http://katadata.co.id/berita/2017/01/09/usai-tax-amnesty-pemerintah-bersiap-revisi-lima-aturan-pajak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar